Sabtu, 23 April 2011

Blabbering ep.1

Tahun ini adalah tahun yang cukup ngasih banyak ekspektasi sama gue. Di tahun ini, gue masuk ke majalah kampus sebagai junior editor. Dari situ, gue ngarep dapet banyak pengalaman, pelajaran, dan hal-hal ajaib karena sejauh yang gue liat kru majalah kampus gue ga ada yang “lurus”. Mohon diperhatikan bahwa “lurus” disini tidak ada hubungannya dengan lintasan pipis. Dengan ketidak-lurusan mereka itu, tentunya gue berharap bakal muncul banyak kejadian yang fun dan walaupun kerja di majalah menuntut banyak tekanan karena harus selalu patuh terhadap deadline, tapi kalo dibawa fun mah kan endingnya bisa jadi caem. Di tahun yang sama, gue juga udah mau magang. Saat gue nulis ini, gue sedang melakukan apply ke perusahaan telekomunikasi swasta dan perusahaan minyak asing. Gue sangat berharap untuk keterima di perusahaan yang kedua. Bukan tanpa alasan, dari kecil kerja di oil company udah masuk list gue. Mungkin bisa dibilang “list gaya gayaan”. Tapi yaa dengan predikatnya sebagai perusahaan asing tentunya gue juga punya harapan supaya salah satu passion gue bisa terlaksana. Passion yang gue maksud adalah travelling keliling dunia.

Waktu gue nulis ini, bulan April tepatnya, yang berarti masih termasuk awal tahun lah ya dari keseluruhan dua belas bulan. Mungkin masih terlalu dini untuk gue melakukan justifikasi bahwa tahun ini bakal jadi tahun yang menakjubkan. Tapi dengan judul-judul kegiatan yang gue hadepin, ga salah kan kalo gue punya harapan lebih untuk tahun ini? Gue sendiri gatau bakal ngebawa diri gue sampe mana. Gue magang dan jadi junior editor juga terjadi tanpa berhasil gue prediksi. Salah sih disitu karena gue berarti ga punya perencanaan yang matang. Tapi ketika sudah berada di tahun ini dan gue melihat lagi ke belakang, seperti kata Raditya Dika, dunia bergerak dengan kecepatan yang tidak pernah gue prediksikan sebelumnya. Tahun ini gue jadi junior editor yang mana waktu tahun lalu sama sekali ga terpikirkan sama gue. Untuk magang, itu sih emang udah ketentuan kampus tapi meninjau dari posisi gue yang udah semester 6, ga nyangka ternyata udah ampir 3 tahun gue hidup merantau. Jakarta-Bandung masih bisa dibilang merantau kan? Dan itu artinya udah ampir 3 tahun pula gu kuliah yang mana kalo semuanya lancar gue bakal lulus ga lama lagi. Kali pertama gue menyandang predikat sebagai mahasiswa, gue masih inget. Waktu gue keliling daerah kampus buat nyari kostan, gue masih inget. Karena gue masih inget itu pula, kerasanya baru kemaren sore gue ngalamin itu semua. Gue pribadi gatau bakal sampe mana gue melaju. Perencanaan sih ada dan gue tau apa yang gue mau tapi berhubung semua itu Tuhan yang nentuin gue cuma berharap akan ada kesamaan antara apa yang gue rencanain,apa yang gue mau, dan apa yang bakal gue dapatkan. Amin

Ada apa dengan film Indonesia?

Ada apa dengan film Indonesia? Waktu gue nulis ini judul film yang paling baru adalah “Pocong Mandi Goyang Pinggul” sama “Kuntilanak Kesurupan”. Kita bahas satu persatu. Untuk film yang pertama, salah satu pemerannya itu Sasha Grey. Bintang bokep. Sekarang kita telaah peran yang paling cocok buat dia di film itu. Sasha Grey kan bintang bokep, jadi terlalu caem untuk jadi pocong. Urusan goyang pinggul kan udah ranahnya Dewi Perssik jadi ga mungkin juga diambil, kecuali kalo mau main tampar-tamparan. Jupe aja kalah. Jadi kita coret peran goyang pinggul. Tinggal mandi. Mengingat Sasha Grey sebenarnya adalah bintang bokep, nah pas! Perannya pasti mandi! Mau ngapain lagi coba? Sekarang dari judul. “Pocong Mandi Goyang Pinggul”. Kira-kira ceritanya apa ya? Seorang pocong yang lagi mandi sambil goyang pinggul? Lho kok malah kayak cerita sore-itu? Ato mungkin seorang wanita yang lagi mandi dengan gerakan goyang pinggul terus kepeleset dan jadi pocong? Lebih mirip komedi tengah malam. Judul ini sebenernya yang bikin ga jelas. Kalo dipisah lebih aneh lagi. “Pocong Mandi”? mana ada yang mau ngintip. Lagian pasti tetep pake kaen. Rugi, cuma dapet bintit. “Pocong Goyang Pinggul”? Bisa gitu? Kan diiket. Kecuali kalo perannya Olga yang dimanapun dengan lagu apapun tetep aja goyang pinggul.

Kalo soal “Kuntilnak Kesurupan”, ini juga cukup membingungkan. Terakhir gue cek, kuntilanak itu masih setan nah kok bisa-bisanya kesurupan. Sama orang gitu? Mungkin nanti di dalamya ada adegan si Kuntilanak melambai ke kamera karena ga kuat. Adegan ini juga bisa jadi akar kenapa Kuntilanak yang lulus casting. Coba kalo pocong yang lolos casting dan judulnya jadi “Pocong Kesurupan”. Gimana si pocong mau minta tolong? Melambai saja tidak bisa. Film ini gue gatau siapa yang maen. Siapapun dia, sumpah kasian. Sebenernya sih hal yang sama juga berlaku untuk pemeran-pemeran setan di film lain. Dari judulnya,harusnya kan mengangkat kisah hidup si setan itu sendiri tapi entah kenapa di credit title biasanya ga ada tuh nama pemeran setan. Misalnya, Mawar (sebut saja begitu) sebagai Pocong Genit di film “Susuk Pocong”. Padahal dari judulnya aja, kita juga tau kalo si setannya itu yang jadi pemeran utamanya. Gimana coba si pemeran setan mau ngasitau keluarganya.

“Mah, aku dapet peran utama di layar lebar!”

“Kamu yang mana Anakku yang caem?”

“Itu Mah yang nongol pas cewe itu lagi di wc”

“Kamu jadi eek?”

“Eh bukaaan itu yang mukanya gosong”

“Ah ga mirip...dia mukanya geseng. Kamu....ga jauh beda sih”

Cengos.

Entah kenapa judul-judul yang ajaib selalu aja muncul di film yang yaaaa “begitu”. Gue heran, apa pembuatnya yakin banget gitu dengan judul yang ajaib gitu penonton pada excited buat nonton? Mungkin sih. Tapi dengan judul yang gitu jumlah penonton yang banyak gabisa jadi indikator kesuksesan film itu. Karena menurut gue penonton mereka yang banyak itu bukan berasal dari mereka yang nonton karena ingin menikmati cerita dalam film itu, tapi semata-mata hanya karena penasaran. Ujung-ujungnya yaa tanpa merendehkan, karena mungkin dengan segala ketidaktahuan gue, pendapat gue tampak subyektif dan datang dari orang yang benar-benar awam, menurut gue mereka cuma ngebuat “film” dan bukan “karya film”. Sebagai movie junkies, gue rindu dengan film Indonesia yang punya kualitas kayak “Janji Joni”, “Pintu Terlarang”, “Laskar Pelangi”, “Sang Pemimpi”, “Jomblo”, dll. Dengan adanya film-film kayak gitu tentunya standar ekspektasi gue naik dong terhadap film lokal kita. Gue pengen liat film lokal kita bisa eksis diluar. Bisa dinikmati sama mereka yang bahkan gatau Indonesia ada dimana. Tapi dengan film, nama Indonesia sendiri tentunya juga bisa diangkat. Gue pengen ngeliat film kita ada di nominasi Oscar sebagai film berbahasa asing terbaik kayak “Ca Bau Kan” dulu. Sebagai penikmat mungkin yang gue bisa utarakan cuma satu, kapan ya?

Jumat, 22 April 2011

Hati Yang Berlubang (Sumpah bukan judul sinetron)

Setiap orang punya lubang di hatinya. Gue yakin itu. Lubang itu bukan cuma dari hal yang sifatnya cinta-cintaan tapi bisa juga dari pencapaian yang tidak berhasil. Sesuatu yang sangat diidamkan nanmun ga juga berhasil untuk didapatkan pastinya akan membuat seseorang penasaran. Buat yang lagi baca, sumpah, ini ga ada hubunganya sama setan. Bukan Pocong Mandi Goyang Pinggul bukan juga Kuntilanak Kesurupan. Maksudnya jangan takut dulu gitu. Tapi siapa sih yang bakal takut dengan Pocong yang bisa goyang?

Anywho, mereka yang penasaran itu akan terus membayangkan gimana rasanya ketika mereka bisa ngedapetin sesuatu yang mereka mau itu. Seperti apa rasanya ketika keadaan yang mereka bayangkan sesuai dengan kenyataan yang mereka dapat. Sebenernya ini dasar dari terciptanya lubang itu. Bukan dari barang yang ga berhasil didapat, tapi dari kenyataan bahwa harapan ga berubah jadi kenyataan. Sesuatu yang tidak berwujud terkadang emang lebih powerful untuk menggiring emosi seseorang ke suatu titik. Beberapa mungkin bilang bahwa mereka telah moved on. Mereka udah lupa tuh kalo mereka pernah menginginkan suatu hal dengan sangat. Silahkan ngomong sama tembok. Mungkin, belom ada satu kejadian slash situasi slash sebuah memento yang bener-bener bisa ngebangkitin atau mungkin bisa juga dikatakan membuka lubang yang menurut mereka udah mereka tutup. Padahal mah bukan ditutup tapi cuma dilapis pake kain tipis. Samar-samar masih akan tetap terlihat apa yang ada didalamnya.

Ketika ditilik lebih jauh lagi, menurut gue waktu aja ga cukup untuk menutup lubang tersebut. Waktu emang jadi penyembuh terbaik untuk beberapa luka. Tapi soal penutupan lubang ini, ga cuman waktu yang bisa nutup. Perlu sesuatu lebih dari itu. Buat gue, namanya adalah self-control. Ya, pengendalian diri kuncinya. Dengan mengendalikan diri, seseorang akan bisa melupakan sesuatu dengan cara ga membiarkan dirinya untuk mengingat. Dia juga akan membatasi dampak yang mungkin keluar dari tidak tertutupnya lubang tersebut supaya ga ngasih dampak negatif ke orang lain. At least, orang lain ga akan ngerasa terbebani dengan lubang yang masih terbuka itu. Mereka cukup tahu kita dalam keadaan sekarang dengan asumsi lubang itu udah lama tertutup. Cukup kita sendiri yang tahu sebesar apa lubang itu terbuka. Pengendalian diri ini gabisa terjadi dengan sendirinya. Namanya juga pengendalian diri, diri sendiri lah yang harus ngendaliin. Karena jika tidak, lubang itu akan terus ada. Menunggu hal-hal yang membuat lubang tersebut tercipta untuk kemudian datang kemabali dan menutup lubang tersebut. At this point, time isn’t the best healer. You are.